Home » Anjloknya Harga Bitcoin Penyebab Utama, Dampaknya, dan Prediksi Ke Depan

Anjloknya Harga Bitcoin Penyebab Utama, Dampaknya, dan Prediksi Ke Depan

by RD
Anjloknya Harga Bitcoin Penyebab Utama, Dampaknya, dan Prediksi Ke Depan

Penurunan Harga Bitcoin Terkini: Penyebab, Analisis, dan Prospek

Dalam beberapa pekan terakhir, harga Bitcoin (BTC) mengalami koreksi signifikan setelah sempat mencetak rekor tertinggi baru. Beragam faktor global dan lokal berperan dalam penurunan ini, mulai dari ketegangan geopolitik hingga kebijakan The Fed. Artikel ini membahas penyebab penurunan harga Bitcoin dari berbagai perspektif – global dan lokal – serta analisis teknikal, aktivitas institusi dan whale, korelasi dengan aset lain, dan proyeksi pergerakan ke depan.

Faktor Global

  • Ketegangan Geopolitik: Konflik global terbaru sangat mempengaruhi pasar kripto. Misalnya, serangan AS ke fasilitas nuklir Iran pada 21 Juni 2025 memicu panik di pasar, sehingga harga Bitcoin sempat anjlok menembus di bawah angka psikologis $100.000. Demikian pula, serangan Israel ke wilayah Iran sebelumnya telah menekan Bitcoin di kisaran $105.000. Kondisi ini menunjukkan bahwa gelombang ketidakpastian geopolitik – seperti konflik Timur Tengah – membuat investor menghindari aset berisiko. Tingkat likuidasi juga melonjak besar, dengan likuidasi kripto mencapai ratusan juta dolar dalam satu hari saat terjadi eskalasi konflik.
  • Kebijakan The Fed dan Ekonomi Makro AS: The Fed tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level tinggi (4,25–4,50%) pada pertemuan Juni 2025, yang secara umum menciptakan sentimen “wait and see” di pasar. Keputusan ini hanya menekan Bitcoin secara ringan (<1%), sehingga harganya sempat stabil di sekitar $104.000. Namun kekhawatiran inflasi AS yang masih tinggi dan ketidakpastian kebijakan The Fed mendorong aksi ambil untung (profit taking) di antara para pelaku pasar. Seperti yang dicatat Analis Indodax, koreksi harga Bitcoin dari $111.900 ke $105.000 pada Mei 2025 dipicu oleh tekanan jual profit taking dan kekhawatiran terhadap data ekonomi AS – terutama inflasi dan arah kebijakan suku bunga Fed. Secara lebih luas, volatilitas pasar saham dan ekspektasi pelonggaran atau pengetatan moneter di AS turut mempengaruhi dinamika Bitcoin.
  • Kondisi Ekonomi Global: Secara keseluruhan, tanda-tanda perlambatan ekonomi global dan rencana kenaikan tarif perdagangan juga membebani aset kripto. Misalnya, kekhawatiran resesi teknis dan kebijakan perdagangan AS menekan sentimen global. Meskipun begitu, Bitcoin juga mendapat dukungan sebagai aset lindung nilai (safe haven) di kalangan investor institusi – seperti terlihat dari terus mengalirnya dana ke ETF Bitcoin. Arus masuk modal ke ETF Bitcoin meningkat pesat sejak awal Juni 2025, mengindikasikan kepercayaan institusi bahwa Bitcoin dapat menjadi lindung nilai inflasi dan ketidakpastian ekonomi jangka panjang.

Faktor Lokal (Indonesia)

  • Kondisi Ekonomi Indonesia: Secara makro, perekonomian Indonesia relatif stabil. Inflasi terjaga rendah (sekitar 1,6–2,0% pada pertengahan 2025) dan Bank Indonesia telah menurunkan BI-Rate menjadi 5,50% pada Mei 2025. Rupiah sempat melemah mendekati Rp16.600 per USD pada awal 2025, namun masih jauh dari level krisis 1998. Pelemahan nilai tukar menimbulkan kekhawatiran inflasi import, sehingga beberapa investor mencari lindung nilai. Faktanya, dalam situasi rupiah tertekan, stablecoin seperti USDT menjadi pilihan populer untuk melindungi daya beli masyarakat. OJK (melalui Tokocrypto) bahkan menyarankan sebagian investor menggunakan USDT saat inflasi lokal melonjak. Di sisi lain, pasar kripto Indonesia juga menunjukkan minat kuat pada Bitcoin; analis menyebut bahwa permintaan global terhadap Bitcoin yang suplainya terbatas membuatnya potensial mengungguli inflasi jangka panjang.
  • Regulasi dan Pengawasan: Peralihan pengawasan kripto ke lembaga finansial resmi memengaruhi sentimen pelaku pasar. Sejak Januari 2025, Bappebti mengalihkan tugas pengaturan aset kripto kepada OJK dan BI. OJK kini menjadi regulator perdagangan aset kripto dan derivatifnya, sedangkan BI mengurus instrumen derivatif pasar uang dan valuta asing. Regulasi baru ini membuat pengawasan lebih ketat. BI menegaskan kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Artinya, penggunaan Bitcoin atau aset kripto lain untuk belanja sehari-hari dilarang keras. Meski begitu, sebagai aset investasi kripto masih diperbolehkan diperdagangkan di bursa berjangka (di bawah pengawasan OJK). Dalam jangka pendek, kebijakan ini cenderung menjaga stabilitas pasar kripto domestik, tetapi juga menambah persepsi risiko tersendiri.
  • Minat Investor Lokal: Di tengah situasi global, pelaku pasar kripto domestik menunjukkan respons yang hati-hati. Meski terjadi koreksi harga internasional, jumlah investor kripto Indonesia justru meningkat. OJK mencatat nilai transaksi kripto Indonesia pada Februari 2025 sebesar Rp32,78 triliun (menurun dari Januari), sedangkan jumlah pengguna kripto mencapai 23,31 juta orang per akhir Februari. Hal ini menunjukkan pasar kripto lokal yang besar namun fluktuatif. Para platform jual-beli kripto (seperti Indodax) pun mendorong literasi dan manajemen risiko, mengingat investor (terutama generasi muda) semakin menyadari peran Bitcoin dalam diversifikasi portofolio jangka panjang.

Analisis Teknikal

Secara teknikal, Bitcoin sedang berada dalam fase konsolidasi dengan level-level kunci yang bisa menentukan arah selanjutnya. Beberapa poin penting menurut analisis teknikal terkini:

  • Level Support dan Resistance: Level support utama Bitcoin berada di sekitar $100.000. Harga Bitcoin konsisten di atas level ini dalam beberapa hari terakhir, sehingga area $100K menjadi patokan penting. Jika level support tersebut berhasil ditembus turun, target harga selanjutnya bisa berada di sekitar $95.000 berdasarkan pola historis. Sebaliknya, level resistance kunci pertama ada di kisaran $105.000–$110.000. Penutupan di atas area tersebut berpotensi menguji kembali rekor tertinggi lama. Secara singkat, konsolidasi saat ini dapat diartikan sebagai penantian pasar: tembusan ke bawah mendukung tren turun (bearish), sementara tembusan ke atas mengonfirmasi kelanjutan tren naik (bullish).
  • Volume dan Momentum: Aktivitas perdagangan Bitcoin menurun dalam beberapa hari terakhir. Data CoinGecko menunjukkan volume perdagangan harian BTC turun sekitar 10–12% dalam dua hari terakhir (per 21 Juni 2025). Volume harian yang menurun ini menunjukkan partisipasi pasar yang melemah selama fase konsolidasi. Selain itu, indikator teknikal seperti Bollinger Bands 4-jam sedang menyempit, menandakan volatilitas rendah dan kemungkinan terjadinya lonjakan volatilitas berikutnya. Indikator RSI berada di level netral sekitar 45–50, menunjukkan momentum yang tidak terlalu jenuh beli atau jenuh jual. Sementara itu, MACD (daily) mulai menunjukkan sinyal bearish crossover, mengindikasikan ada kecenderungan tekanan jual ringan.
  • Pola Candle & Indikator Lain: Secara pola candle belum tampak formasi reversal kuat. Harga sering kali bergerak dalam rentang yang ketat, dengan ekor candle pendek. Pergerakan jangka pendek cenderung sideways. Indeks Fear & Greed sekitar 45 (netral), menunjukkan sentimen pasar yang hati-hati. Fitur lain – seperti jumlah alamat dengan kepemilikan besar (whales) – menurun sekitar 5% dalam seminggu terakhir, menandakan sebagian whale mungkin sedang mengambil profit. Semua indikator ini menggambarkan pasar yang menunggu pemicu eksternal baru.

Aktivitas Institusi dan Whale

  • Likuidasi Besar-Besaran: Penurunan tajam harga Bitcoin juga dipicu oleh aksi liquidation posisi berleveraj. Data mencatat likuidasi kripto global mencapai ratusan juta bahkan miliaran dolar dalam insiden terkini. Misalnya, Antara melaporkan likuidasi mencapai $1,148 juta di pasar kripto seiring Bitcoin turun di bawah $105.000. Volume likuidasi ini sebagian besar berasal dari posisi margin besar yang terpaksa ditutup saat harga melonjak turun. Dampak likuidasi tersebut membuat tekanan jual semakin intens dalam waktu singkat.
  • Pergerakan Whale: Aksi whale (pelaku besar) juga terlihat dari data on-chain. Misalnya, jumlah dompet Bitcoin yang memegang >1 BTC turun sekitar 5% pada pertengahan Juni 2025. Ini mengindikasikan bahwa sebagian investor besar mengambil keuntungan pada puncak harga. Selain itu, sejumlah laporan menunjukkan pergerakan besar aset oleh institusi atau whale. Misalnya, perusahaan Prancis Prenetics tercatat membeli 187 BTC senilai $106.712 per koin pada pertengahan Juni. Aksi serupa – baik jual besar maupun beli besar – oleh institusi dan whale dapat memicu pergerakan harga signifikan dalam jangka pendek.
  • Arus Institusional (ETF dan Lainnya): Meskipun ada tekanan jual, aktivitas institusi di pasar Bitcoin tetap tinggi. Arus masuk ke ETF Bitcoin AS melonjak tajam; dalam delapan hari awal Juni 2025 tercatat inflow bersih $2,4 miliar ke produk ETF Bitcoin spot (didorong oleh BlackRock IBIT dan Fidelity FBTC). Fenomena ini menunjukkan bahwa investor institusi besar masih melihat prospek jangka panjang Bitcoin. Bahkan JPMorgan dan perusahaan keuangan lain melaporkan bullish terhadap Bitcoin dalam portofolio diversifikasi. Namun di sisi lain, inflow pada ETF Ethereum relatif melambat (hanya $19,1 juta pada periode tertentu), menegaskan posisi Bitcoin sebagai aset cadangan kripto utama.

Secara keseluruhan, data likuidasi dan pergerakan whale yang besar ini menegaskan bahwa penurunan terbaru merupakan “pembersihan leverage” di pasar. Indodax menilai hal ini sebagai proses normal dalam uptrend yang lebih luas: posisi berisiko dilepas, sehingga diharapkan rebound yang lebih sehat nantinya.

Korelasi dengan Pasar Lain

  • Pasar Saham (Equities): Bitcoin saat ini masih berkorelasi cukup erat dengan pasar ekuitas global. Saat indeks saham utama AS melemah, Bitcoin cenderung mengikuti turun. Sebagai contoh, penurunan S&P 500 sebesar 0,3% pada 20 Juni 2025 beriringan dengan penurunan harga BTC sekitar 1,5% dalam waktu beberapa jam. Demikian pula, kejatuhan Nasdaq sekitar 0,4% hari yang sama turut menekan Bitcoin. Korelasi ini muncul karena keduanya dianggap aset berisiko (risk assets), sehingga ketika sentimen ekonomi memburuk, investor sama-sama mengurangi eksposurnya.
  • Harga Emas: Emas tradisional sering disebut-sebut sebagai aset lindung nilai (safe haven). Menariknya, beberapa analis mengamati korelasi positif antara pergerakan emas dan Bitcoin dalam situasi tertentu. Pada pertengahan Juni 2025, harga emas global merosot sekitar 2,5% – dari $3.420 (13 Juni) ke $3.335 per ons (20 Juni) – akibat keketatan moneter The Fed dan kekhawatiran geopolitik. Dalam kondisi yang sama, banyak investor aset kripto justru meningkatkan alokasi ke Bitcoin. Indodax mencatat para investor kripto mengalihkan investasi dari emas ke Bitcoin saat itu. Hal ini menunjukkan investor kini semakin melihat Bitcoin sebagai alternatif safe haven atau aset netral politik yang dapat melindungi nilai saat emas dan instrumen tradisional terpukul oleh suku bunga tinggi. Meski demikian, kedua aset ini tidak sepenuhnya bersaing: keduanya tetap dipandang sebagai aset lindung nilai tergantung situasi.
  • Indeks Dolar AS (DXY): Bitcoin umumnya berkorelasi berlawanan dengan kekuatan dolar AS. Pada Januari 2025, Indeks Dolar AS (DXY) mencapai level tertinggi 26 bulan (sekitar 110). Secara historis, level DXY yang tinggi sering diikuti oleh harga Bitcoin yang turun, dan sebaliknya. Beberapa analis kripto menyebut bahwa jika DXY mulai turun dari level puncaknya, tekanan jual pada Bitcoin bisa mereda. Misalnya, analis Capital Hungry memprediksi jika data inflasi AS (CPI/PPI) menunjukkan pelonggaran, DXY bisa terkoreksi, sehingga Bitcoin berpeluang rebound hingga level sekitar $94–$99 ribu dalam jangka pendek. Sebaliknya, jika DXY tetap kuat lebih lama, Bitcoin bisa kembali tertekan lebih lanjut. Korelasi terbalik ini berarti pergerakan dolar patut diwaspadai oleh investor Bitcoin: penguatan dolar memicu pelarangan risiko (bearish bagi Bitcoin), sementara pelemahan dolar dapat memicu penguatan aset berisiko termasuk kripto.

Proyeksi dan Skenario Harga ke Depan

Apakah penurunan ini hanya sementara atau pertanda tren turun yang lebih panjang? Kami sajikan beberapa skenario berdasarkan kondisi utama:

  1. Skenario Optimis (Rebound Moderat): Jika konflik geopolitik mereda dan The Fed perlahan melonggarkan kebijakan (misalnya inflasi AS mereda dan DXY menurun), tekanan jual besar-besaran bisa mereda. Dalam kasus tersebut, Bitcoin berpotensi rebound kembali ke kisaran $105–$110 ribu dalam beberapa minggu ke depan. Atau bahkan bisa melampaui level tersebut jika ada katalis positif baru (misalnya arus modal institusional tambah kuat). Dukungan untuk kenaikan ini datang dari tren ETF dan akumulasi institusi (misalnya $2,4 miliar inflow ETF Bitcoin dalam pekan pertama Juni) serta data on-chain bullish jangka panjang. Dalam skenario optimis ini, target menengah bisa di atas ATH sebelumnya.
  2. Skenario Moderat (Konsolidasi): Jika ketidakpastian masih tinggi namun tidak memburuk drastis, Bitcoin mungkin melanjutkan konsolidasi di rentang sempit. Dukungan di sekitar $100K akan diuji dan bertahan, sementara resistensi di $105–$110K juga sulit ditembus dengan cepat. Dalam situasi ini, harga diprediksi bergerak sideways selama beberapa minggu, memberi ruang pasar “membuang” posisi spekulatif sebelum menentukan tren selanjutnya. Sebagai strategi, investor disarankan melakukan investasi berkala (DCA) sembari menunggu situasi lebih jelas, karena potensi kenaikan jangka panjang masih terbuka.
  3. Skenario Pesimis (Tekanan Lanjutan): Jika geopolitik semakin memanas atau The Fed tetap agresif menaikkan suku bunga lebih tinggi dari ekspektasi, Bitcoin bisa meneruskan penurunan. Dalam skenario ini, support $100K berisiko ditembus, sehingga harga dapat berlanjut ke sekitar $95K atau bahkan lebih rendah (menguji support psikologis berikutnya). Sentimen pasar akan tetap hati-hati dan aliran modal keluar dari aset berisiko. Kondisi seperti ini akan memperpanjang koreksi jangka pendek.

Jangka Menengah-Panjang: Dalam perspektif lebih luas (6–12 bulan atau lebih), banyak analis optimis bahwa trend kenaikan jangka panjang Bitcoin masih terjaga. Faktor-faktor seperti penurunan jumlah koin yang ditambang (halving berikutnya tahun 2028), peningkatan penerimaan institusional, dan adopsi kripto di negara berkembang berpotensi mendorong harga kembali ke rekor. Beberapa prediksi optimis menyebut Bitcoin bisa menyentuh kisaran $150.000–$200.000 menjelang akhir 2025 jika skenario bull terpenuhi. Dukungan untuk prospek ini terlihat dari arus masuk ETF dan pernyataan pejabat keuangan bahwa aset digital perlu diintegrasi ke sistem keuangan (misalnya disahkannya regulasi stablecoin di AS yang meningkatkan kepercayaan). Meski begitu, investor perlu tetap waspada karena volatilitas tinggi dan faktor eksternal (ekonomi makro, geopolitik) masih bisa mengubah arah.

Secara keseluruhan, meski Bitcoin menghadapi tekanan jangka pendek, banyak analis menekankan bahwa periode koreksi seperti ini adalah bagian alami siklus pasar kripto. Risiko besar tidak hilang, namun peluang jangka panjang pun tetap ada. Pendekatan investasi yang rasional dan pemantauan faktor-faktor di atas sangat disarankan untuk mengambil keputusan.

Sumber: Analisis di atas disusun berdasarkan laporan dan data terkini dari berbagai sumber finansial dan berita (Kompas, Antara, beInCrypto, serta studi analisis teknikal independen). Seluruh informasi dikutip untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dinamika pasar Bitcoin terbaru.

You may also like

@2025 – All Right Reserved. Rodadunia.com